# 4 ; It's Called F.I.N.I.S

Ini sudah menunjukkan pukul 6 pagi. Dan Jenar masih belom bisa memejamkan mata. Tangannya masih memegang lem cair dan serpihan kertas karton. Maket harus dikumpulkan pukul 9 pagi, namun Jenar, masih belom juga menyelesaikan maketnya.

Detile, tapi masih kurang beberapa sentuhan. Ayah nya sudah siap mengantarkannya ke kampus. Raungan suara mobil 4x4 kesayangan ayahnya, sudah mulai menderu deru. Makin panic setelah ia mendengar teriakan ibunya. “Jenar. Ini sudah jam setengah 7 pagi.” Dan, “Damn” Satu kutukan sudah mulai keluar dari mulutnya.

“Baiklah Jenar. Jam 7 kita harus mandi”

Jarak dari rumah menuju ke kampus bisa ditempuh 30 menit. Kalau sudah siang begini, ya bisa sampai 40 menit perjalanan. Hemm Jenar, sepertinya kau ga akan mandi.

Dan benar saja, perhitungan Jenar meleset. Dia tidak mandi. Hemm.. walau begitu, ia akan punya banyak teman senasip seperjuangan yang tidak akan mandi juga.

Setelah mencium tangan ayah nya, Jenar langsung melesat ke studio gambar, tempat Jenar akan diadili. Tempat Jenar harus mempertanggung Jawabkan apa yang ia buat. Ia harus menjelaskan product yang ia buat. Orang orang menyebutnya “PENDADARAN”. Semua mahasiswa akan mengalaminya.

3 anak tangga sebelum lantai 3, bau alcohol sudah meruak masuk ke hidungnya.. hemm anggur merah. Dan sudah bisa dipastikan, kakak angkatannya sudah berkumpul di smoking area. Tempat mereka biasa berkumpul waktu senggang. Di sinilah tempat mereka merokok dan sedikit mengurai kelelahan saat menggambar. Masa masa di mana mereka berjuang untuk menyelesaikan tugas akhir mereka.

“Hemm kebiasaan”

Botol anggur yang sudah tidak ada tutupnya, se sloki anggur mereh yang sudah siap diputar, sebungkus kacang kulit, dan tebaran kulit kacang yang mulai menggunung.

“ngapain mas mas nih? Emang udah kelar maket mu?”

Wiliam, doni, Mimox, Febri, dan baros. Mereka sudah stan by dari pagi rupanya. Mereka sudah mempersiapkan maket, gambar kerja, dan segala macam persiapan lainnya. Tapi…

“Malah mendem..( Mabuk)”

“Yoben to.. men strong (Biarin lah, biar kuat)”

“Kuat opo? Kuat menerima kenyataan?”

“gundul mu Nar.. kenyataan opo?”

“Kenyataan bahwa pagi ini tidak secantik aku?”

Cemooh dari kakak anggkatannya mulai meluncur. Kebun binatang pun seakan membuka segala macam sekat, sehingga binatangnya berhamburan kemana – mana.

Tapi semua tak bisa menipu dirinya. Hari ini memang Jenar terlihat manis, dengan rok rempel hitam dan hem seragam angkatan yang juga hitam. Rambutnya di ikat rambut kuda. Wajahnya yang masih ngantuk, tegang, dan tidak bersemangat, tertutupi dengan senyum cerianya. Senyum itu selalu bisa menipu orang orang di sekitarnya. Mereka menganggap Jenar, baik baik saja.

“Nem.. sini ikutan kita minum”

“Hemmm Giah ( gak) aku makin gila nanti kalo ikutan kalian minum”

“Gak akan makin tambah semangat kok.. biar kamu ga tegang Jenar sayang…”



Jenar tergoda? Jelas.. Jenar mungkin seseorang yang percaya diri, tapi kali ini dia butuh pelampiasan. Sesloki anggur merah mungkin akan menenangkan pikirannya, atau malah mengacaukannya?

Gilirannya tiba. 5 sloki anggur merah yang ia percaya dapat menurunkan ketegangannya, malah makin mengacaukan pikirannya sekarang.

Aku udah gila nih… siall… Batin Jenar.

“Jenar. Hem.. menarik. Silahkan di mulai.” Pak Hendry, yang adalah seorang Dekan fakultas Arsitektur sendiri yang mengujinya.

Jenar menarik napas panjang. Mengamati satu persatu dosen penguji yang ada di dalam ruangan itu. mereka memasang mimic serius. Mimic yang tidak akan pernah Jenar temui saat mereka di dalam kelas.

“Ayo Jenar.. mereka adalah owner mu. ini bukan siding. Ini presentasi design di depan owner. So.. relax Jenar.”

Kata kata ayah dan kakak nya yang tiba tiba terdengar samar di telinganya, membuat Jenar yakin untuk membuka presentasi siang ini dengan, “ Selamat siang bapak bapak, nama saya Jenar, Seorang mahasiswa Arsitektur yang akan mempresentasikan sebuah mimpi tentang bagaimana kita akan menemani mereka, teman teman muda kita yang sedang berjuang melawan keinginannya untuk mencicipi lagi Narkoba. Melalui hunian yang disebut rumah rehabilitasi, mereka akan hidup dan diterima masih sebagai manusia, bukan tahanan.”

Awalan yang cukup baik untuk mencairkan ketegangan yang sengaja di ciptakan oleh para dosen penguji yang ada di dalam ruangan 8 x 10 m ini.

Wajah mereka berubah ketika Jenar membicarakan mimpinya. Redisign rumah rehabilitasi narkoba ini, ia presentasikan dengan baik. Konsep Humanis, Organik, dan terbuka, tidak lagi membuat adiksi merasa terpenjara, tapi membuat mereka menemukan keluarga lain. Keluarga yang sama sama berjuang untuk kehidupan lepas dari Narkoba.



“Jenar. Kami Paham. Konsep mu ok sekali. Kami akui itu. dan kami terpukau. Kamu bisa membawa ini ke tempat yang lebih tinggi. Bukan ditingkat akademisi saja, tapi juga kamu bisa ajukan ini ke BNN. Tapi…”

Tapi… kata kata ini yang Jenar tunggu. Tapi, membuat jantung Jenar berdebar. Tapi apa pak?



“Tapi bapak saranin kamu besok ga usah kerja jadi drafter ya nak…”

Watttttt? Jangan kerja jadi drafter maksudnya?

“Gamabar mu ini lo dek. Bapak lebih suka kamu gambar pake manual dek dari pada pake computer gini. 3d oke ya… bapak suka. Animasi dan yang lain ok. Detile.. kamu detile.. maket.. oke lah.. kurang rapi sana sini tapi masih jelas kok maksudnya. Tapi gambar kerja mu Ini lo. Yah.. untuk dasarnya oke.. ya sudah lah.. kamu ga cocok jadi arsitek.. seniman bangunan aja. Hehahahahha”

Jenar masih menunggu olokan olokan ataupun kritikan yang lain. Ia juga menunggu pertanyaan menyakitkan dari para dosen pengujinya.

“Ok jenar. Kita udah ga ada pertanyaan. Sayang ya dosen pembimbing mu ga bisa dateng. Saya mau kasih selamat.”

Mulut Jenar menganga lebar

“Ha? Maksudanya ini udahan pak? Gak ada apa gitu pak?”

“Gak.. yah pesan bapak kamu ga usah minum anggur kalo mau pendadaran gini.. nanti salah salah malah ilang semua materinya.” Oops.. Jenar ketawan.

Memang sudah usai sidangnya. Tapi hati ini masih deg degan.. agaknya begitu yang bisa di katakan oleh Jenar ketika telepon dari orang tuanya tak sengaja keangkat.

Jenar masih terbuai oleh alcohol. Kini ia berada di markas mahasiswa pecinta alam. Nilai akan diumumkan tepat pukul 3 sore. Ini, masih jam 1 siang. Masih ada 2 jam untuk sekedar melepas ketegangan bersama beberapa teman, music, alcohol dan kepulan asap rokok yang sengaja mereka lepaskan dari mulut mereka.

Sudah Jenar duga. Kakak tercintanya akan menyusulnya secepat kilat. Diantara keluarga Jenar, Rino lah yang sangat penasaran akan hasil tugas akhir adek kecilnya ini. Tepat sasaran, Rino berhasil menemukan adek kecilnya tanpa bantuan GPS.

“Dek … jadi tattoo?”

“Jadi!! Kalo nilai ku diatas B+”

Rino memang bukan peroko, tapi dia tak segan menegak sesloki anggur yang sudah disiapkan teman teman pecinta alam. Rino cukup ekxis di sini. Rino adalah ketua pecinta reptile di kampus ini.

Memang harus mendebarkan. Ketika mereka dipanggil satu persatu dan berbaris sejajar rapi di depan para dosen pembimbing dan dosen penguji.

Mr. Bawole, angkat bicara.

“ Oke kalian finis. Buat berikutnya, bapak harap kalian lebih survive buat kehidupan kalian. Saya akan bagikan hasil kalian. Yang merasa nilanya masih c da nada catatan sana sini. Segera menghadap ya. Saya dan Pak Henry tunggu di ruang dekan.”

Titik. Hanya itu yang dikatakan Mr. Bawole. Hem.. ini membuat teman teman Jenar dan Jenar sendiri tambah tegang. Wajah wajah cemas, takut, dan beberapa ada yang kepedean, mulai muncul di antara mereka.

Jenar menerima kertas itu. kertas yang menjadi penantiannya selama ini. Hasil yang ia ingin lihat sendiri awalnya ini, berubah, jadi bahan pamer yang ia ingin tunjukkan ke kakak nya.

“So?” wajah penasaran Rino.

“A”

“Apa?”

“A” Sambil cengengesan, Jenar menunjukan kolom nilai tugas akhirnya.

“A aja nih?”

“Heheehhe gara gara telat 3 bulan.. akakakaka untung ga A+..”

“emang lok A+ kenapa”

“Hamil dung aku.. akakakka balik yok..”

“Jadi Tatto?”

“emmmmmmmm…”





(oll's18)

Comments

Popular Posts