#3 ; last Memo

Berikut mungkin Jenar tak akan lagi mengikuti kakak nya untuk pergi ke pesta. Berikut Jenar mungkin tak akan lagi jalan bersama kakaknya. Baginya kini Rino adalah penipu paling jahat. Ia mengingatkan Jenar pada sebuah kesakitan yang mungkin sudah pernah sembuh. Bak luka yang belom kering, kini hatinya terluka lagi. Ingatan akan seseorang yang pernah diberikan segalanya. Waktu, pikiran, raga, cinta dan dosa. Jenar masih ingat betul aromanya.

"Jenar... hei..aku sudah menduga kalau kamu akan ikut Rino ke acara ini " Kata Ragil dengan tatapan berbinarnya? Jenar masih terpaku dalam keterkejutannya. Tapi hatinya kini masih setegar yang dulu. lebih mungkin. Dia berusaha sekuat tenaga menutupi kekagetannya dan keterpukauannya ini. 

"Iya tadi aku diajak sama mas Rino dan mbak Rossela. Mas Ragil dateng juga ya.. kata mas Rino mas Ragil pindah ke luar kota sekarang..." 

Senyum yang dipaksakan itu terlihat natural memang. Kelompok teaternya mengajarkan banyak hal yang membuat Jenar bisa memanipulasi perasaannya. Dengan tenang dan bersikap seakan tidak pernah terjadi apa apa, Jenar menjabat tangan Ragil bak teman lama. Otomatis, Ragil tampak kaget, karena sikap Jenar yang biasa saja, padahal hancur hati Jenar tak mungkin membohongi dirinya sendiri. 

" I.. Iya.. aku pindah ke Bandung sekarang. Ada kerjaan yang memaksaku untuk pindah kota." Ragil seorang arsitek yang bekerja di pemerintahan. Dan sebagai pegawai negri, ia harus siap ditugaskan di mana saja. Termasuk harus pergi dari kampung halamannya. Kebanggaan yang sangat luar biasa pasti dirasakan oleh orang tua Ragil. Impian untuk jadi pegawai negri sudah diimpikan oleh orang tuanya sejak dia masih sekolah. Ragil termasuk orang yang penurut. Cita citanya adalah membahagiakan orang tuanya, sehingga termasuk pasangannya pun harus ikut serta menuruti apa kata orang tuanya.

"Ibu gimana kabarnya mas?"

"Kamu masih ingat ibu? beliau baik. di rumah masih dengan toko kelontongnya. tapi sekarang sudah luamayan. Istriku membantu di tokonya, dan kakak ipar ku tentunya."

"oh....." dalam hati Jenar berbisik, rupanya, memang mantu pilihan orang tua yang menjadi istrinya. Memang alasan putus nya mereka juga karena andil keluarga Ragil. Jenar adalah sosok wanita karir, yang tidak mungkin pasrah dengan apa yang ada. Jenar ingin hidup sesuai dengan keinginannya. Bekerja, juga menjadi istri yang baik menurutnya. Keluarga Ragil terlalu simpel. Tak bisa menerima ide ide aneh Jenar. Singkat kata, Tak bisa menerima seorang mantu yang memiliki sosok seperti Jenar. Mandiri, Tomboy, tak mau seperti istri kebanyakan yang hanya dirumah mengurus suami dan rumah. Singkat kata, Istri rumahan. Tak biasa dengan pola hidup seperti istri kebanyakan, Jenar terpakasa banyak bertengkar dengan Ragil. dan akhirnya Ragil memilih utuk menyetujui perjodohannya dengan wanita pilihan orang tuanya. "Jauh dengan cinta, dekat dengan orang tua" mungkin kalimat ini yang cocok untuk Ragil. Hidup untuk membahagiakan orang tua tanpa mau tau apa yang ada di dalam hatinya. "ini bulshit" kata Jenar dalam hati karena teringat akan masa lalunya. 

" Jenar, dengar, aku tau kamu masih ingat tentang masa lalu kita. Tapi tolong, kini aku sudah menikah, kamu harus mengerti. Yoyo bilang sampai sekarang kamu belom punya pacar dan belom bisa move on dari ku. benarkah itu?" kata Ragil.

Jenar tersentak, acting nya lulus seketika. matanya menjadi panas, ingin rasanya ia menangis. Jenar, masih menyimpan rasa itu. Jenar masih belom bisa keluar dari keterpurukannya. Walau saat ini ia tampak baik baik saja, namun hati tak bisa berbohong. Jenar masih cinta. itu saja intinya. 

Jenar melancarkan senyum kecut untuk Ragil. "Danm Yoyo!! " umpatnya. 

"Yah.. aku harus jujur, aku belom bisa mas. dan apapun itu, yang ada di hati ku masih mas Ragil. tapi, kemerdekaan seseorang dibatasi oleh kemerdekaan seseorang yang lain. kita sama sama tidak merdeka kalo sama sama. yang ada, aku terkekang, dan mas Ragil , tiap hari harus marah marah dengan ide ide gila ku yang ga akan pernah masuk di akal mu. aku cuman pengen hidup dengan my own rule. i knew the rule. but, i want life with my live. my own live. jadi.. bahagialah kamu sama dia mas.. bahagiakan juga ibu mu yang, tidak akan pernah mau menerima hubungan kita. iya kan?"

Ragil masih menatap mata Jenar dengan seksama. Memperhatikan dengan baik baik apa yang Jenar katakan. Hatinya tak bisa bohong, kalau hanya Jenar yang berbeda. Jenar memberikan warna baru di hidupnya selama mereka bersama. Ide ide gila yang Jenar maksud adalah warna itu sendiri. Dan tak bisa dipungkiri, Ragil masih menyimpan segala pemberian Jenar. Termasuk cinta, kenangan, sampai dosa terindah yang tak akan pernah ia sesali. Ragil masih terpukau oleh Jenar malam ini. Sampai keterpukauannya terhenti oleh suara sorak sorak para tamu yang ada di sini. The cassava, band Rino jaman kuliah akan menampilkan sebuah pertunjukan. Pandangannya beralih ke atas panggung.

" kakak mu. " Kata Ragil sambil menunjuk Rino di atas panggung. 

Pandangan Jenar beralih ke atas panggung. Dengan senyum, ia memperhatikan permainan kajon kakaknya. Senyum itu masih seperti yang dulu. Masih semanis yang dulu, dan Ragil memandangi nya. Ragil ingin sekali mencium ujung bibir JEnar. Bak nikotin, candu itu masih menggoda. 

"Jenar,"

"ya?" JEnar menjawab tanpa melihat. Kegalauan masih melanda di hatinya.

Ragil tau Jenar masih memiliki rasa itu. Ragil mencondongkan badannya. Memutar tubuh Jenar, memeluknya dan lalu mencium kening Jenar. 

"Tuhan Sertamu Jenar. Damai bersamamu." kata Ragil sambil pergi meninggalkan Jenar.

Jenar terpaku. Masih dengan segelas beer di tangannya. Kalimat terakir, Jenar tak akan pernah mau lagi bertemu dengannya kecuali terpakasa. 

(oll's18)

Comments

Popular Posts