My Man
Seorang laki - laki, tengah berdiri di bawah bangunannya yang tanpa atap. Bangunan karya tangannya. Bangunan tempat mencari nafkah. Bangunan tempat bercerita dengan sang istri. Seorang laki - laki tertegun tampak hancur. dan ia tertegun
Hari itu angin datang tanpa pemberitahuan. Angin datang dengan amarah. Datang dengan pasukan perang.
Tanpa sengaja, angin mengoyak, dan merobek atap bangunan sang laki - laki yang hanya terbuat dari terpal. merobek tanpa pandang dan ingat akan usaha sang laki - laki. Usaha yang mencurahkan semua peluh dan waktu.
Ah..... ya sudah
Toh kita tidak bisa menyalahkan sang angin. Yang datang, biarlah datang. Yang hancur, Biarlah hancur. "Atap sinagogaku terbelah jadi tiga." ujarnya. "Untung terpalnya tak mnegenai kabel telepon. Entah apa yang terjadi bila kabel yang mungkin sengaja dipasang serampangan itu putus. habislah kita." Hanya tawa keikhlasan yang aku tangkap dari wajahnya.
Laki - laki tetap harus melanjutkan hidup demi keluarganya. Ia mungin putus asa, namun tak ia perlihatkan. Demi istri yang ia cinta, dan demi gadis bodoh yang selalu membuat pikirannya penuh.
Ia berfiir, dan terus mencari cara untuk menutupi atap bangunannya. Sementara berpikir, ia tetap bekerja. membuka bisnis jasa pencucian motornya, walau tanpa atap. walau tak jua ada pengunjung. Dan ia mencoba lagi mengalihkan pikirannya, dengan memahat sebuah batang kayu. Entah apa yang ingin ia bentuk. Sebuah pahatan, yang disetiap lekuknya bercerita tentang sendu dan galau hatinya.
Tetap semangat laki- laki pemberani. Kau adalah ayah yang hebat untukku. Seorang Marshal. Seorang Pejuang.
Comments