Kota dan Perkembangannya

Oleh: benedecta Yolanda Pranidhana



Definisi Kota
Yang harus dipahami soal kota adalah apa itu kota sebenarnya. Bagaimana sejarahnya, bagaimana bentuk kota itu sendiri dan akhirnya, kita akn mengetahui dinamika perkembangannya.
Kota adalah salah satu ungkapan kehidupan manusia yang mungkin paling kompleks. Kebanyakan ilmuan berpandapat bahwa dari sehi budaya dan antropologi, ungkapan kota sebagai ekspresi kehidupan orang sebagai perilaku dan pembuatnya adalah paling penting dan sangat perlu diperhatikan. Hal tersebut disebabkan kasrena permukiman perkotaan tidak memiliki makna yang berasal dari dirnya sendiri, melainkan dari kehidupan di dalamnya. (Zahnd, 2006 : 1)
Definisi kota sendiri memiliki banyak arti menurut siapa yang memangdang. Kota memiliki definisi yang berbeda menurut bidang ilmu seseorang. Jika seseorang adalah ekonom, maka orang itu akan memandang kota dari sudut pandang perkembanganya. Jika kota dilihat dari sudut pandang geografi, kota cenderung dilihat dari penekanan akan permukaan kota dan lingkungannya. dan masih banyak lagi pandangan pandangan dari banyak bidang ilmu.
Namun bagaimana aatau apa itu arti kata kota sendiri jika di lihat dari sudut pandang arsitektur?
Dalam arsitektur sendiri, masih banyak aspek yang harus dilihat untuk mendefinisikan kota itu sendiri dan masing masing aspek berbeda dari satu daerah ke daerah lain. Mengapa berbeda? Karena satu daerah dengan daerah yang lain juga memiliki perbedaan. Dalam definisi kota, ada definisi kota klasik yang berdasarkan pada kota barat modern. Sebuah kota adalah suatu permukiman yang relatif besarm, padat, dan permanen, terdiri dari kelompok individu-individu yang heterogen daris segi sosial (Amos , 1996 : 22). Namun karena memang Amos melihat adanya ketidak relevanan pada definisi ini, maka beliau mengupgrade definisi kota itu sendiri.
Sebuah permukiman dapat dirumuskan sebagai sebuah kota, bukan dari segi ciri0ciri morfoilogis tertentu, atau bahakan kumpulan ciri-cirinya, melainkan daris egi suatu fungsi khusus yaitu menyusun sebuah wilayah dan menciptakan ruang-ruang efektif melalui pengorganisasian sebuah daerah pedalaman yang lebih besar berdasarkan hierarki-hierarki tertentu. (Zahnd, 2006 : 5)
Menurut Gallion (1992 : 3)
Mungkin definisi yang paling sederhana dari urbanisasi atau daerah perkotaan adalah persekutuan atau penyatuan suku-suku yang bertetangga yang berkumpul ke suatu pusat yang digunakan sebgai tempat pertemuan bersama untuk maksud pemujaan, perlindungan, dan semacamnya; dan karenanya adalah lembaga politik atau kedaulatan yang dibentuk oleh masyarakat demikian.
Ada dua definisi kota yang lain yang ditulis oleh Gallion (1992 : 3), Kota juga bisa saja didefinisikan sebagai kumpulan orang orang yang memiliki sifat yang berbeda dan mereka bergabung di suatu tempat untuk bekerja. Kota juga bisa sebagai lokasi atau tempat yang menampung beranekaragam kebiasaan dan gaya hidup setia warganyanya.
Sejarah Kota dan Perkembangannya
Sejarah terbentuknya suatu perkotaan atau daerah urban bermula dari sejak manusia mulai menetap dan mencari tempat untuk berlindung dan bersosialisasi. Kita semua tahu bahwa manusia tidak bisa hidup sendiri tanpa adanya sosialisasai. Oleh sebab itu manusia mulai keluar dan mencari kelompok. Mereka pun mulai dengan kelompok kecil mereka. Mereka membentuk suatu permukiman. Kelompok kecil ini pun tak bisa menghidupi kelompoknya tanpa adanya kelompok yang lain. Lalu akhirnya beberapa permukiman menjadi satu.
Permukiman permukiman ini memiliki banyak ragam orang dan banyak fungsi ruang. Sehingga terjadi banyak kegiatan di sini. Oleh karena kegitan kegiatan itu dan permukiman yang besar di satu daerah tertentu, maka terbentuklah kota. Yang menyatukan mereka adalah karena adanya sebuah tempat pertemuan yang memfasiltasi kepala kepala suku untuk bertemu. Namun ini adalah sejarah global perkembangan kota. Pada kenyataannya sebuah kota misalnya kota di Jawa Tengah juga memiliki spesifikasi sejarah sendiri.
Pulau jawa sendiri memiliki tiga daerah hunian. Yang pertama adalah daerah hunian yang ada di daerah selatan, yang agak sempit da berbukit bukit dan kurang subur. Yang kedua adalah daerah dalam yang memiliki dataran yang lebih tinggi dan bertanah subur. Yang terakhir adalah daerah utara yang datar yang subur karena endapan, dan dinamakan daerah pesisir (Zahnd, 2007 : 7). Kota- kota di Jawa juga memiliki tingkatan atau jaringan jaringan atau tahapan historis.
Tingkat yang paling pertama adalah tingkatan Jawa-Hindu. Kita tau bahwa memang Indonesai aadalah nera dengan letak yang strategis dan memudahkan pengunjung atau orang dari wilayah lain masuk ke negara kita. Sebelun Hindu-Budha datang orang-orang pribumi Jawa sudah memiliki susunan desa dan menunjukkan peradaban agraris Jawa sampai pada saat ini (Zahnd, 2007 : 12). Orang India datang pada abad 1M, dan pada abad-abad berikutnya lewat laut. Lalu berkembanglah daerah Jawa dan membuat negara negara kecil yang terhubung oleh laut dan sungai. (Nas, 1949 ; 22)
Tingkatan kedua adalah masa Islam dan masa Cina. Mereka masuk dengan membawa ideologi kuat dan dengan pengaruh yang kuat juga. Hasil dari perkembengan pengaruh mereka adalah kota-kota islam seperti Mataram Islam yang masih mengikuti tatanan kota Majapahit. Masjid Agung adalah elemen penting pada perkotaan Islam. Ini terlihat karena letak masjid agung yang berada tepat di barat alun-alundan biasanya mengikuti arah ortogonal lingkungan (Zahnd, 2007 : 27).
Selain kota-kota yang dipengaruhi oleh islam. Pedagang Cina juga masuk ke Jawa dan mempengaruhi susunan atau tatanan kota di Pulau Jawa, khususnya pesisir, karena mereka masuk ke pulau Jawa lewat laut. Zahnd (2007 : 34) menulis tentang tiga aspek kota Cina yang mempengaruhi pesisir Jawa. Yang pertama adalah Morfolohi kota yang mengandung unsur feng Shui di dalamnya. Yang kedua adalah kepadatan kota yang masa itu memang di pecinan sudah padat. Dan yang terakhir adalah tipologi bangunan baru yang mengutamakan bangunan dengan jalan di depannya.
Tingkatan ketiga adalah perkembangan kota Koloni pada masa Belanda.
Pada zaman koloni, kota pesisir dapat dibagi menjadi lima tahap. Tahap pertama orang Belanda mendirikan pos perdagangan dalam hunian yang sudah adad sebelumnya. Kemudian dalam tahap ke dua, pos perdagangan dikembangkan menjadi benteng kolono, di mana ada banyak bangunan tentara, hunian para pedagang serta gudang untuk barang perdagangan. Dalam tahap ketiga benteng koloni berubah menjadi kota benteng, dangan pusat kota yang baru, pasarm pelabuahan sertas emua penghuninya Belanda. Orang Cina serta etnis lain terpaksa menghuni wilayah yang berada di luar benteng. Tahap keempat disebut kota kaum etnis terpisah. Penguasa Belanda seudah mengontrol semua daerah Jawa, sehingga semua benteng di Bongkar. Namun demikian pemisahan wilayah etnis tetap dipertahankan, walaupun makin lama kebanyakan orang Belanda menghuni tempat di luar kota dengan kondisi yang lebih luas dan segar. Tahap keliama disebut kota pramodern sebelum perang dunia kedua. Pusat kota pesisir berpindah ke pusat kota strategisyang baru, yang sudah berada di luar benteng kota lama.para penghuni Jawa digeser lagi ke pinggir kota. Untuk para penghuniBelanda dibangunkan wilayah kota taman (Zahnd, 2007 : 37).
Tingtan yang ke empat adalah Kota paskakolonial. Masa-masa ini adalah masa-masa Indonesia lepas dari penjajahan Belanda atau masa kemerdekaan. Pada zaman ini perombakan dimulai. Karena Belanda sudah kalah dan Indonesia mulai dengan pemerintahan baru. Semua sistem pemerintahan di atur dan dirombak secara besar besaran. Di Jawa perkembangan kota mengalami dua perkembangan yang saling berkaitan.

A. Kota Jawa pda kemerdekaan Indonesia
Kota-kota di Jawa mulai dengan pemugaran kota kota dan dengan administrasi baru, hal ini menjadi sangat sulit karena ada empat hal yang menghambatnya. Penghambatnya adalah kota-kota jawa menghadapi migrasi yang sangat besar-besaran dan belum diketahui apa penyebabnya, aparat administrasi yang belum terlalu mengerti tentang sistem administrasi, aparat administrasi yang menghadapi tantangan baru, sikap para pejabat yang mirip dengan penguasa kolonial dulu (Zahnd, 2007 : 42).
Oleh karena pembangunan yang kacau semua menjadi kacau. Pemerintah yang pasif dan pembangunan di batasi oleh fungsi fungsi. Dan usaha untuk mengembangkan kota, sama sekali tidak memenuhi kriteria berkelanjutan (Zahnd, 2007 : 43).
B. Kota Jawa pada zaman globalisasi
Dimulai dari pemikiran Soekarno tentang modernisasi dan memusatkan perhatian pada Jakartas ebagai ibu kota, pemerintah terpaksa mengubah Jakarta dari kota koloni menjadi kota metropolitan. (Zahnd, 2007 : 44). Namun dengan gagalnya rovolusi kumunis pada tahun1965, Soeharto menekankan tradisionalisme yang baru. Lalu pada tahun 1980 dibukalah Taman Mini Indonesia Indah sebagai simbol ke daerahan. Sehingga banyak bertumbuhlah jumlah bangunan yang mewujudkan religoinalisme yang berfokus pada postmodernisme. Namun pada masa itu tidak tampak adanya gagasan-gagasanayau pendekatan-pendekatan baru yang berdasarkan identitas, nilai dan potensi kota kota Indonesia.

Comments

Popular Posts